dasarwasa 80 an
dasawarsa 80
Angkatan 1980 - 1990an (dasawarsa 80)
Karya sastra di Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1980, ditandai dengan banyaknya roman percintaan, dengan sastrawan wanita yang menonjol pada masa tersebut yaitu Marga T. Karya sastra Indonesia pada masa angkatan ini tersebar luas diberbagai majalah dan penerbitan umum.
Beberapa sastrawan yang dapat mewakili angkatan dekade 1980-an ini antara lain adalah:Remy Sylado,
Yudistira Ardinugraha, Noorca Mahendra, Seno Gumira Ajidarma, Pipiet
Senja, Kurniawan Junaidi, Ahmad Fahrawie, Micky Hidayat, Arifin Noor
Hasby, Tarman Effendi Tarsyad, Noor Aini Cahya Khairani, dan Tajuddin Noor Ganie.
Nh.
Dini (Nurhayati Dini) adalah sastrawan wanita Indonesia lain yang
menonjol pada dekade 1980-an dengan beberapa karyanya antara lain: Pada Sebuah Kapal, Namaku Hiroko, La Barka, Pertemuan Dua Hati, dan Hati Yang Damai.
Salah satu ciri khas yang menonjol pada novel-novel yang ditulisnya
adalah kuatnya pengaruh dari budaya barat, di mana tokoh utama biasanya
mempunyai konflik dengan pemikiran timur.
Mira
W dan Marga T adalah dua sastrawan wanita Indonesia yang menonjol
dengan fiksi romantis yang menjadi ciri-ciri novel mereka. Pada umumnya,
tokoh utama dalam novel mereka adalah wanita. Bertolak belakang dengan
novel-novel Balai Pustaka yang masih dipengaruhi oleh sastra Eropa abad
ke-19 dimana tokoh utama selalu dimatikan untuk menonjolkan rasa
romantisme dan idealisme, karya-karya pada era 1980-an biasanya selalu
mengalahkan peran antagonisnya.
Namun
yang tak boleh dilupakan, pada era 1980-an ini juga tumbuh sastra yang
beraliran pop, yaitu lahirnya sejumlah novel populer yang dipelopori
oleh Hilman Hariwijaya dengan serial Lupusnya.
Justru dari kemasan yang ngepop inilah diyakini tumbuh generasi gemar
baca yang kemudian tertarik membaca karya-karya yang lebih berat.
Ada nama-nama terkenal muncul dari komunitas Wanita Penulis Indonesia yang dikomandani Titie Said, antara lain: La Rose, Lastri Fardhani, Diah Hadaning, Yvonne de Fretes, dan Oka Rusmini.
Karya Sastra Angkatan Dasawarsa 80-an
Antara lain adalah:
Badai Pasti Berlalu - Cintaku di Kampus Biru - Sajak Sikat Gigi - Arjuna Mencari Cinta - Manusia Kamar - Karmila
Mira W dan Marga T adalah dua sastrawan wanita Indonesia yang menonjol dengan fiksi romantis yang menjadi ciri-ciri novel mereka. Pada umumnya, tokoh utama dalam novel mereka adalah wanita. Bertolak belakang dengan novel-novel Balai Pustaka yang masih dipengaruhi oleh sastra Eropa abad 19 dimana tokoh utama selalu dimatikan untuk menonjolkan rasa romantisme dan idealisme, karya-karya pada era 80-an biasanya selalu mengalahkan peran antagonisnya.
Namun yang tak boleh dilupakan, pada era 80-an ini juga tumbuh sastra yang beraliran pop (tetapi tetap sah disebut sastra, jika sastra dianggap sebagai salah satu alat komunikasi), yaitu lahirnya sejumlah novel populer yang dipelopori oleh Hilman dengan Serial Lupus-nya. Justru dari kemasan yang ngepop inilah diyakini tumbuh generasi gemar baca yang kemudian tertarik membaca karya-karya yang lebih "berat".
Budaya barat dan konflik-konfliknya sebagai tema utama cerita terus mempengaruhi sastra Indonesia sampai tahun 2000.
Antara lain adalah:
Badai Pasti Berlalu - Cintaku di Kampus Biru - Sajak Sikat Gigi - Arjuna Mencari Cinta - Manusia Kamar - Karmila
Mira W dan Marga T adalah dua sastrawan wanita Indonesia yang menonjol dengan fiksi romantis yang menjadi ciri-ciri novel mereka. Pada umumnya, tokoh utama dalam novel mereka adalah wanita. Bertolak belakang dengan novel-novel Balai Pustaka yang masih dipengaruhi oleh sastra Eropa abad 19 dimana tokoh utama selalu dimatikan untuk menonjolkan rasa romantisme dan idealisme, karya-karya pada era 80-an biasanya selalu mengalahkan peran antagonisnya.
Namun yang tak boleh dilupakan, pada era 80-an ini juga tumbuh sastra yang beraliran pop (tetapi tetap sah disebut sastra, jika sastra dianggap sebagai salah satu alat komunikasi), yaitu lahirnya sejumlah novel populer yang dipelopori oleh Hilman dengan Serial Lupus-nya. Justru dari kemasan yang ngepop inilah diyakini tumbuh generasi gemar baca yang kemudian tertarik membaca karya-karya yang lebih "berat".
Budaya barat dan konflik-konfliknya sebagai tema utama cerita terus mempengaruhi sastra Indonesia sampai tahun 2000.
Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1980 - 1990an
§ Ladang Hijau (1980)
§ Sajak Penari (1990)
§ Sebelum Tertawa Dilarang (1997)
§ Fragmen-fragmen Kekalahan (1997)
§ Sembahyang Rumputan (1997)
§ Burung-burung Manyar (1981)
§ Bako (1983)
§ Dendang (1988)
§ Olenka (1983)
§ Rafilus (1988)
§ Anak Bajang Menggiring Angin (1984)
§ Canting (1986)
§ Lupus - 28 novel (1986-2007)
§ Lupus Kecil - 13 novel (1989-2003)
§ Olga Sepatu Roda (1992)
§ Lupus ABG - 11 novel (1995-2005)
§ Nyanyian Gaduh (1987)
§ Matahari yang Mengalir (1990)
§ Kepompong Sunyi (1993)
§ Nikah Ilalang (1995)
§ Mimpi Gugur Daun Zaitun (1999)
§ Segi Empat Patah Sisi (1990)
§ Segi Tiga Lepas Kaki (1991)
§ Ben (1992)
§ Kemilau Cahaya dan Perempuan Buta (1999)
§ Ca Bau Kan (1999)
§ Kerudung Merah Kirmizi (2002)
§ Tonggak Puisi Indonesia Modern 4 (1987)
§ Yang Berdiam Dalam Mikropon (1990)
§ Cerpen-cerpen Nusantara Mutakhir (1991)
§ Dinamika Budaya dan Politik (1991)
§ Arsitektur Hujan (1995)
§ Pistol Perdamaian (1996)
§ Kalung dari Teman (1998)
Tokoh –tokoh
- Marga Tjoa (lahir di Jakarta, 27 Januari 1943; umur 67 tahun), yang lebih dikenal dengan nama Marga T., adalah salah seorang pengarangIndonesia yang paling produktif. Namanya mulai dikenal pada tahun 1971 lewat cerita bersambungnya, Karmila yang kemudian dibukukan dan difilmkan.
Sejak
kecil Marga telah banyak menulis. Karangan-karangannya mula-mula dimuat
di majalah sekolahnya. Pada usia 21 tahun, ia menghasilkan cerita
pendeknya yang pertama, Kamar 27, yang kemudian disusul oleh bukunya yang pertama, Rumahku adalah Istanaku, sebuah cerita anak-anak, yang diterbitkan pada 1969.
Sebagai
penulis, Marga adalah seorang pekerja keras. Ia dapat menghabiskan
waktu empat hingga lima jam sehari dalam mengarang. Kedisiplinannya juga
tampak dari kegiatannya membaca apa saja. "Masyarakat berhak memilih
bacaan yang disukainya, tapi penulis tidak. Ia harus membaca tulisan
siapa pun," begitu prinsip Marga. Karena itu ia rela mengeluarkan banyak
uang untuk membeli novel.
Novelnya yang paling mutakhir, "Sekuntum Nozomi", buku ketiga, yang terbit pada 2004, mengangkat kisah seputar tragedi Mei 1998 yang menelan banyak korban khususnya di kalangan kaum perempuan keturunan Tionghoa.
Daftar berikut ini memuat sebagian dari karya Marga Tjoa:
§ Sekuntum Nozomi (buku satu hingga keempat) - (2002-2006)
§ Dibakar Malu dan Rindu (2003)
§ Dipalu Kecewa dan Putus Asa (2001)
§ Amulet dari Nubia (1999)
§ Dicabik Benci dan Cinta (1998)
§ Didera Sesal dan Duka (1998)
§ Matahari Tengah Malam (1998)
§ Melodi Sebuah Rosetta (1996)
§ Dikejar Bayang-bayang (1995)
§ Sepagi Itu Kita Berpisah (1994)
§ Rintihan Pilu Kalbuku (1992)
§ Seribu Tahun Kumenanti (1992)
§ Berkerudung Awan Mendung (1992)
§ Sonata Masa Lalu (1991)
§ Bukan Impian Semusim (1991)
§ Namamu Terukir di Hatiku (1991)
§ Istana di Kaki Langit (1990)
§ Petromarin (1990)
§ Waikiki Aloha: kumpulan satir (1990)
§ Kobra Papageno: Manusia Asap dari Pattaya (1990)
§ Kobra Papageno: Rahasia Kuil Ular (1989)
§ Di Hatimu Aku Berlabuh (1988)
§ Ketika Lonceng Berdentang: cerita misteri (1986)
§ Kishi: buku kedua trilogi (1987)
§ Batas Masa Silam: Balada Sungai Musi (1987)
§ Oteba: buku ketiga trilogi (1987)
§ Ranjau-ranjau Cinta (1987)
§ Sekali dalam 100 tahun: kumpulan satir (1988)
§ Tesa (1988)
§ Sembilu Bermata Dua (1987)
§ Setangkai Edelweiss: sambungan Gema Sebuah Hati (1987)
§ Untukmu Nana (1987
§ Saskia: sebuah trilogi (1987)
§ Bukit Gundaling (1984)
§ Rahasia Dokter Sabara (1984)
§ Saga Merah (1984)
§ Fatamorgana (1984)
§ Monik: sekumpulan cerpen (1982)
§ Sebuah Ilusi (1982)
§ Lagu Cinta: kumpulan cerpen (1979)
§ Sepotong Hati Tua (1977)
§ Bukan Impian Semusim (1976)
§ Gema Sebuah Hati (1976)
§ Badai Pasti Berlalu (1974)
§ Karmila (1971, dibukukan (1973)
§ Rumahku adalah Istanaku (1969)
- Yapi Panda Abdiel Tambayong (ER: Japi Tambajong) atau lebih dikenal dengannama pena Remy Sylado (lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Juli 1945; umur 65 tahun) adalah salah satu sastrawan Indonesia.
Karya :
§ Ca-Bau-Kan (Hanya Sebuah Dosa), 1999; diangkat menjadi film Ca Bau Kan yang disutradarai Nia di Nata dan dirilis tahun 2002.
- Seno Gumira Ajidarma (lahir di Boston, Amerika Serikat, 19 Juni 1958; umur 52 tahun) adalah penulis dari generasi baru di sastra Indonesia. Beberapa buku karyanya adalah Atas Nama Malam, Wisanggeni—Sang Buronan, Sepotong Senja untuk Pacarku, Biola tak berdawai, Kitab Omong Kosong, Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi, dan Negeri Senja.
Dia juga terkenal karena dia menulis tentang situasi di Timor Timur tempo dulu. Tulisannya tentang Timor-Timur dituangkan dalam trilogi buku Saksi Mata (kumpulan cerpen), Jazz, Parfum, dan Insiden (roman), dan Ketika Jurnalisme Dibungkam, Sastra Harus Bicara (kumpulan esai).
- Mira W lahir
dan dibesarkan di Jakarta, menempuh dan menyelesaikan pendidikan di
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti, Jakarta. Sekarang bertugas di
Universitas Prof.Dr.Moestopo sebagai staf pengajar merangkap dokter di
Klinik Karyawan dan Mahasiswa. Mulai menulis cerpen di majalah-majalah
ibukota seperti Femina, Kartini, Dewi, dan lain-lain sejak tahun 1975,
dengan nama M.Wijaya. Cerpennya yang pertama berjudul Benteng Kasih,
dimuat dalam majalah Femina tahun 1975. Menulis novel sejak tahun 1977,
mula-mula dimuat sebagai cerber di majalah Dewi dengan judul Dokter Nona
Friska, kemudian dibukukan dengan judul Kemilau Kemuning Senja dan
pernah difilmkan dengan judul yang sama. Novelnya yang kedua berjudul Sepolos Cinta Dini,
pernah dimuat sebagai cerber di harian Kompas tahun 1978, kemudian
dibukukan oleh Gramedia. Istimewanya, hampir semua novelnya sudah
difilmkan dan disinetronkan. (source : buku135)
NOVELIS
Mira W. alias Mira Wijaya (50) mengaku kebingungan jika harus disuruh
mengisi data pekerjaan. Pasalnya, ia bukan saja seorang novelis,
melainkan juga dokter umum yang berpraktek di klinik Universitas Prof.
Dr. Moestopo (Beragama). Dan, kedua pekerjaan itu ternyata saling
berhubungan. Malah, ia sering mendapat ide cerita menarik dari tempat
prakteknya itu.
Tema
besar yang selalu diangkat Mira W. adalah cinta dengan tokoh utama
seorang perempuan. Namun ia tak bermaksud menyampaikan pesan tertentu
bagi kaumnya. Mira mengaku sama sekali tak bercita-cita jadi novelis.
“Siapa sih di tahun 1970-an yang bercita-cita jadi penulis?” kata
perempuan lajang itu. Bahwa akhirnya ia kecemplung, itu karena ia memang
senang menulis, ditambah karyanya langsung diterima masyarakat.
“Pertama
kali kirim cerpen, langsung dimua. Itu yang membuat saya makin percaya
diri,” kata perempuan yang pertama kali menulis cerpen berjudul Bentang
Kasih itu. Tak kurang dari 67 karya telah dihasilkannya. Mulai dari
Bukan Cinta Semusim, Cinta Pertama Kali Bersemi, Seandainya Aku Boleh
Memilih, hingga Cinta, yang disinetronkan dengan pemeran utama Desy
Ratnasari dan Primus Yustisio.
Karyanya :
# Cinta di Awal Tiga Puluh **
# Cinta Sepanjang Amazon **
# Dakwaan dari Alam Baqa **
# Di Bibirnya Ada Dusta **
# Matahari di Batas Cakrawala
# Perempuan Kedua **
# Sisi Merah Jambu Complet **
# Solandra**
# Tembang yang Tertunda **
# Cinta Sepanjang Amazon **
# Dakwaan dari Alam Baqa **
# Di Bibirnya Ada Dusta **
# Matahari di Batas Cakrawala
# Perempuan Kedua **
# Sisi Merah Jambu Complet **
# Solandra**
# Tembang yang Tertunda **
- Pipiet Senja
adalah nama pena Etty Hadiwati Arief, lahir di Sumedang, 16 Mei 1957
dari pasangan Hj.Siti Hadijah dan SM. Arief (alm) seorang pejuang’45.
Novel yang telah ditulisnya ratusan, tapi yang telah diterbitkan
sebagai buku baru 80.
Pipiet
Senja harus ditransfusi darah secara berkala seumur hidupnya karena
penyakit kelainan darah bawaan, memiliki dua orang anak yang selalu
membangkitkan semangat; Haekal Siregar (27), Adzimattinur Siregar (18)
dan seorang menantu yang solehah, Seli Siti Sholihat, seorang cucu
menggemaskan; Ahmad Zein Rasyid Siregar. Aktivitasnya saat ini sebagai
anggota Majelis Penulis Forum Lingkar Pena, sering diundang seminar
kepenulisan ke pelosok Tanah Air dan mancanegara, ngepos di Penerbit
Jendela.
Bookgrafi
1. Biru Yang Biru (Karya Nusantara, 1978)
2. Sepotong Hati di Sudut Kamar (Sinar Kasih, 1979) 3. Serenada Cinta (Rosda Karya, 1980) 4. Mawar Mekar di Taman Ligar (Rosda Karya, 1980) 5. Nyanyian Pagi Lautan (Alam Budaya,1982) 6. Payung Tak Terkembang (Aries Lima,1983) 7. Masih Ada Mentari Esok (Aries Lima,1983) 8. Mencoba Untuk Bertahan (Aries Lima,1983) 9. Selendang Sutra Dewangga (Aries Lima, 1984) 10. Orang-orang Terasing (Selecta Group,1985) 11. Adzimattinur (Selecta Group,1985) 12. Kembang Elok Rimba Tampomas (Selecta Group,1985) |
- Tajuddin Noor Ganie, S.Pd., M.Pd. (TNG) (lahir di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, 1 Juli 1958; umur 52 tahun) adalah sastrawan dan budayawanIndonesia.
Ayahnya bernama Igan Abdul Ganie Masrie bin Hans J. Alur (1937-2003)
dan ibunya bernama Hajjah Salabiah binti H. Jahri. Datuknya di pihak
ayah bernama Asau (Banua Padang, Kota Rantau) dan datuknya di pihak ibu bernama H. Marhalit (Sungai Banar, Amuntai). Istrinya bernama Norsidah binti Basri, dan mempunyai 2 orang anak Nurul Maulida dan Dwi Yulianita.
Antologi puisi TNG yang sudah diterbitkan antara lain :
1. Bulu Tangan (HPMB, Banjarmasin, 1982).
Sementara itu antologi puisi bersama yang ikut memuat puisi-puisinya antara lain :
1. Antologi Puisi ASEAN (Denpasar, 1982)
2. Puisi Indonesia 1987 (DKJ TIM Jakarta, 1987)
3. Selagi Ombak Mengejar Pantai 6 (Selangor, Malaysia, 1989)
4. Festival Puisi XII (Surabaya, 1990)
5. Potret Pariwisata Indonesia dalam Puisi (Jakarta, 1990)
6. Festival Puisi Kalimantan (Banjarmasin, 1992)
7. Refleksi Setengah Abad Indonesia Merdeka (Taman Budaya Surakarta, 1995).
Selain itu, TNG juga telah menjadi editor untuk sejumlah penerbitan antologi puisi bersama terbitan Banjarmasin, yakni :
1. Dahaga-B.Post 1981 (1982)
2. Banjarmasin Kota Kita (1984)
3. Elite Penyair Kalsel (1986)
4. Festival Puisi Kalimantan (1992).
Komentar
Posting Komentar